Jakarta,BeritaRayaOnline,-Pemerintah sepakat syarat kemenangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Umum Presiden dan Wapres 2014 cukup ditentukan dengan perolehan suara mayoritas, atau lebih dari 50 persen, tanpa menggunakan ketentuan sebaran suara 20 persen di lebih dari separuh jumlah provinsi di Indonesia atau sebanyak 18 provinsi.
Bahkan, pemerintah menambahkan, ketentuan sebaran suara sebenarnya untuk capres dan cawapres lebih dari dua pasang.
”Kondisi saat ini hanya ada dua pasangan capres dan cawapres yang terlepas dari ketentuan sebagaimana diatur UUD 1945 ataupun Undang-Undang Pilpres dengan asumsi pasangan capres dan cawapres lebih dari dua pasangan,” ungkap Reydonnyzar Moenek, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Senin (23/6/2014), saat membacakan keterangan pemerintah atas pengujian Pasal 159 Ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2008 di Mahkamah Konstitusi. Uji materi sebelumnya diajukan Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, dan dua advokat.
Dengan kondisi ini, tambah Reydonnyzar, seolah yang terjadi kondisi pintas dari Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 159 Ayat (2) UU Pilpres yang hanya mensyaratkan perolehan suara terbanyak tanpa batasan persentase perolehan suara di setiap provinsi. ”Pemerintah tak yakin jika pilpres putaran kedua bisa menghasilkan suara dengan persentase berubah signifikan. Jika tetap diberlakukan persyaratan seperti itu, tetapi angka besaran persentasenya tak berubah, ini akan memperpanjang proses pilpres dan berpotensi terjadi kekosongan kekuasaan,” kata dia, seraya mengatakan menyerahkan putusannya kepada MK.
Berpotensi timbulkan soal hukum
Pada lanjutan sidang MK terakhir ini, MK mengundang mantan hakim MK Harjono dan HAS Natabaya serta Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra sebagai ahli. ”Jika ada dua pasangan calon, yakni A dan B, pada putaran pertama, A mendapat suara lebih dari 50 persen, tetapi sebaran suara 20 persen di 18 provinsi tak terpenuhi, sedangkan B meraih suara 48 persen.
Keduanya lalu ikut pilpres putaran kedua, dengan perolehan suara berbalik, A kurang dari 50 persen, sedangkan B meraih 50 persen plus 100 suara. Jika mengacu Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945, pemenangnya yang berhak dilantik adalah B. Namun, soal yang timbul jumlah pemilihnya menurun dibandingkan pertama. Ini menimbulkan soal hukum,” ujar Harjono, memberi simulasi.
Saldi Isra menambahkan, persoalan satu putaran atau dua putaran sebenarnya muncul akibat kekhawatiran tidak akan adanya calon yang mampu memenuhi sebaran 20 persen suara di 18 provinsi. ”Kekhawatiran itu sangat sulit terjadi,” ungkapnya.
Sambil menunggu putusan MK, Komisi Pemilihan Umum juga menggelar rapat pleno membahas syarat kemenangan pilpres. ”Ada atau tidak putaran kedua, KPU tak akan menunggu MK. Namun, jika putusan MK berbeda dengan KPU, kami akan ikut putusan MK,” kata komisioner KPU, Ida Budhiati.(kompas.com/jitro/tulus/flora kolondam)
0 comments