“Sederhana saja, kita bisa buat program 25 Ribu Desa Mandiri Benih, yang saya yakin mampu meningkatkan produktivitas lokal tanpa harus menambah luas lahan. Niscaya 2019 Indonesia bisa capai swasembada beras,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, seusai diskusi mengenai kedaulatan pangan di Jakarta, kemarin.
Andreas mengatakan bahwa program 25 Ribu Desa Mandiri Benih ini perlu dilakukan karena selama ini, konsep yang menyatakan bahwa benih unggul di satu wilayah bisa unggul di tempat lain adalah salah. “Konsep saat ini mulai berubah ke lokalitas. Ini yang harus dibangkitkan. Konsep satu benih unggul bisa untuk semua itu salah kaprah,” katanya.
Dia memberikan contoh bahwa benih unggul di Papua belum tentu berhasil bila ditanam di Jawa Barat. ”Jangankan antarprovinsi, antardesa saja belum tentu berhasil. Contohnya benih unggul di Karanganyar, ketika ditanam di Karangpandan malah menurun hasil produksinya,” katanya.
Menurut Andreas, peningkatan varietas unggulan di tiap wilayah akan memberikan dampak besar karena mampu meningkatkan produktivitas pertanian tanpa harus menambah luas lahan. ”Sekitar 60 persen keberhasilan atau kegagalan usaha tani itu ditentukan oleh benih,” ucapnya.
Sayangnya, saat ini, kedaulatan benih tidak lagi di tangan petani kecil dan penduduk lokal. Di Indonesia, 78 persen pasar benih dikuasai oleh perusahaan asing. Padahal, pengembangan benih lokal maupun varietas hasil persilangan oleh petani kecil merupakan kunci untuk mewujudkan kedaulatan pangan di masa depan.
Secara global, Andreas menyebutkan bahwa 67 persen pasar benih justru dikuasai oleh sepuluh perusahaan multinasional, sementara 99,9 persen benih transgenik dikuasai oleh enam perusahaan multinasional.
Oleh sebab itu, Andreas menegaskan bahwa kedaulatan petani atas benih harus dikembalikan karena saat ini benih tidak lagi berada di tangan petani kecil dan penduduk lokal.
Dia menambahkan bahwa dengan meningkatnya produktivitas di tiap wilayah berkat benih unggul lokal, Indonesia bisa meningkatkan produksi beras dari 5 ton gabah kering giling menjadi 5,5 ton gabah kering giling per hektare.
Gabah kering giling sebesar 5,5 ton itu, bila dikonversi menjadi gabah kering panen, sama dengan 6,6 ton. “Dengan begini, kita bisa mencapai swasembada beras di 2019. Saya yakin kita mampu, hanya perlu menjadikan gerakan budi daya benih lokal ini menjadi gerakan nasional. Bahwa di tiap lokasi perlu miliki benih unggul sendiri,” kata Andreas.
Sebelumnya, presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi), mengatakan program swasembada pangan, khususnya beras, akan segera direalisasikan dalam pemerintahannya nanti. Kebijakan mengenai swasembada itu sudah dipersiapkan dari sekarang sehingga nanti saat sudah dilantik bisa langsung bekerja.
“Program swasembada itu tidak melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Presiden SBY. Kita akan lakukan mulai dari nol,” tegasnya.(koran jakarta/lasman simanjuntak)
0 comments