TeksFoto : Dr.Ir.Haryono, MSc, Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian (Foto : Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline)
Jakarta, BeritaRayaOnline,- Ketersediaan bahan bakar fosil di Indonesia yang semakin terbatas dan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak dalam negeri menyebabkan semakin meningkatnya volume dan nilai impor bahan bakar minyak. Tahun 2013, volume impor bahan bakar minyak mencapai 45,63 juta ton atau 45,63 kilo liter naik 11,07 % dibandingkan dengan impor bahan bakar minyak pada 2012.Impor tersebut menyedot devisa negara sebesar USD 42,14 miliar atau jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2012 (USD 39,51 miliar).
Untuk mengurangi kebergantungan terhadap bahan bakar minyak impor dan menyelamatkan devisa negara, pada Agustus 2013 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi nasional. Salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut adalah menurunkan impor migas dengan meningkatkan porsis biodiesel dalam porsi solar sehingga akan mengurangi konsumsi solar.Melalui kebijakan ini diharapkan akan menurunkan imor migas secara signifikan dengan target produksi biodiesel sebesar 100 ribu barel/hari.Dalam jangka pendek penyediaan biodiesel ini dapat dipenuhi dengan memanfaatkanproduk minyak nabati yang telah tersedia.
Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Dr.Ir.Haryono, MSc kepada wartawan di Jakarta Kamis (7/8/2014), menjelaskansaat ini bahan baku dan teknologi yang paling siap untuk memproduksi biodiesel adalah dengan memanfaatkan produk minyak mentah dari kelapa sawit (CPO).
"Untuk memproduksi 100 ribu barrel biodiesel per hari diperlukan sekitar 5,6 juta kilo liter CPO/tahun. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 30 persen dari total ekspor CPO pada 2012.Data statistik Direktorat Jenderal Perkebunan memperlihatkan pada 2012 total produksi CPO Indonesia adalah 23,5 juta ton, sedangkan total volume ekspor CPO adalah 18,85 juta ton per tahun," jelasnya.
Menurut Dr.Ir.Haryono, MSc, pemanfaatan CPO untuk biodiesel masih banyak menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan kebutuhan minyak pangan. Saat ini industri kepala sawit masih fokus pada produksi CPO untuk kebutuhan minyak pangan baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Berdasarkan data yang diolah GAPKI, volume ekspor CPO dan PKO beserta produk turunannya pada 2013 mencapai 21,2 juta tonatau naik 16 % dibandingkan dengan tahun lalu 18,2 juta ton. Sementara kebutuhan dalam negeri CPO, PKO, dan produk turunannya sebesar 7,95 juta ton atau sekitar 26 persen dari total produksi CPO nasional. Untuk menyediakan biodiesel dari minyak mentah kelapa sawit (CPO), pemerintah perlu membangun kebun kelapa sawit yang khusus diarahkan untuk menghasilkan biodiesel.Untuk memenuhi target substitusi diesel 100 ribu barel per haridiperlukan 5,6 juta kilo liter CPO per tahun yang dapat dihasilkan dari sekitar 1,5-2 juta hektar kebun kelapa sawit.
"Melihat hambatan yang dihadapidalam pengembangan biodiesel dari minyak kelapasawit perlu dipikirkan upaya pengembangan bahan bakar nabati lain yang tidak bersaing dengan kepentingan penyediaan kebutuhan pangan nasional. Oleh karena itu dalam rangka jangka menengah, Indonesia perlu mengembangkan tanaman potensial penghasil bahan bakar nabati," ujarnya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap produktivitas tanaman, produksi minyak kasar, umur panen, masa produksi, ketersediaan kemudahan penerapan teknologi, dan kadar free fatty acid (FFA) diperoleh tiga tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang cukup potensial untuk dikembangkan yakni kemiri sunan ( reutealis trisperma), nyamplung (calophyllum inophyllum) dan kosambi (schleichera oleosa l).
Kemiri sunan merupakan tanaman penghasil bahan bakar nabati yang paling potensial dan tidak bersaing dengan tanaman lain. Tanaman ini mulai memproduksi pada umur 4 tahun dan mampu berproduksi hingga maksimal pada umur 8 tahun dengan hasil sekitar 15 ton biji kering atau setara dengan 6-8 ton biodiesel per hektar per tahun. Sedangkan produktivitas nyamplung masih lebih rendah dibandingkan dengan kemiri sunan yaitu sekitar 12 ton biji kering/ha dengan kadar FFA cukup tinggi yaitu sekitar 20 %.Oleh karena itu masih memerlukan teknologi pengolahan yang lebih rumit. Kosambi merupakan tanaman penghasil bahan bakar nabati dengan produktivitas 8 ton per hektare per tahun.
"Saat ini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan teknologi hulu-hilir untuk pengembangan sumber bahan bakar nabati mulai dari teknologi penyediaan bibit, budidaya sampai teknologi pengolahan minyak sampai menjadi biodiesel. Tanaman ini dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain baik tanaman pangan, tanaman perkebunan atau tanaman penghasil BBN lainnya," katanya. (lasman simanjuntak)
topads
footerwidget3
footerwidget1
BRO TERPOPULER
-
Jakarta, BeritaRayaOnline,- Meski sudah diketahui identitasnya, wanita yang berada dalam foto beradegan syur berseragam PNS Pemkot Bandun...
-
Teks Foto : Menteri Pertanian Suswono dengan menggunakan alat tanam Jarwo Transplanter melakukan tanam perdana empat varietas unggul (Inf...
-
Jakarta, BeritaRayaOnline ,- Kali pertama dalam sejarah, seorang pejabat teras di negeri ini ikut merasakan naik kapal bersama pebalik Leb...
-
Teks Foto : Ir.Bandel Hartopo, Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian ...
-
Jakarta, BeritaRayaOnline,- Militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) memposting sebuah video mengerikan ke internet. Video yang dipo...
-
Jakarta, BeritaRayaOnline, -Baru-baru ini, sebuah foto yang mengerikan beredar luas di media sosial Twitter. Dalam foto tersebut, tampak ...
-
Foto -foto : Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline Jakarta, BeritaRayaOnline,- J alan tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR W2) utara se...
-
Teks Foto : Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Dr.Ir.Achmad Suryana (Foto : Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline) Jakart...
-
Foto oleh :Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline
-
Tangerang – Banten , Banten, BeritaRayaOnline ,- Sesuai standarisasi gerbang tol MMS yang mengambil konsep cula badak, gerbang tol Ciuju...
0 comments